Salah, kah?
Ayo, kita fotocopy buku aja
Apakah kita pernah merasa diajak oleh seorang teman seperti ajakan di atas? atau malah kita sendiri yang sering mengajak teman kita untuk memfotocopy buku?
Di dalam dunia perkuliahan, mungkin banyak orang-orang (mahasiswa) yang melakukan hal-hal tersebut. Ada beberapa faktor mengapa banyak mahasiswa yang akhirnya memilih memfotocopy buku (kebanyakan buku materi perkuliahan), namun mayoritas mahasiswa beralasan karena dengan memfotocopy buku jelas kita dapat mempermurah biaya dalam mendapatkan ilmu sebuah buku tersebut.
Tapi bukannya itu melanggar hak cipta ya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu melihat pasal-pasal di dalam UU Hak Cipta terlebih dahulu.
Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta memang menyebutkan,
“Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”
Akan tetapi, ada suatu pengecualian hak cipta yang terdapat dalam Bab VI UU Hak Cipta. Pasal 44 ayat (1) poin a memberikan pengecualian di mana penggandaan untuk keperluan pendidikan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika menyebutkan sumbernya.
Ditambah, Pasal 46 menyebutkan,
“Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta”.
Dari sana kita dapat simpulkan bahwa tindakan fotocopy buku jelas telah melanggar hak cipta, namun untuk keperluan pendidikan tidak dianggap sebagai melanggar hak cipta. Walaupun dengan ini maka dapat meringankan beban untuk mendapatkan ilmu untuk keperluan pendidikan tetapi disisi lain kita tahu bahwa tindakan fotocopy dalam dunia pendidikan jumlahnya sangat banyak dan dengan adanya pasal pengecualian ini akan membuat UU Hak Cipta menjadi tidak terlaksana dengan baik dan membuka pintu maraknya penggandaan buku yang dilakukan. Dengan begitu semangat awal pembuatan UU Hak Cipta dalam menghargai jasa pemikiran penulis menjadi tidak tercapai dengan baik.
Selain itu terdapat permasalahan lain yang justru timbul dari tempat fotocopy itu sendiri, tempat fotocopy yang menggandakan buku-buku ini dan dijual kembali berarti sama saja dengan melakukan penggandaan buku untuk tujuan komersial. Pasal 10 UU Hak Cipta menyebutkan,
“Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.”
Pelanggar pasal 10 tersebut dapat dikenai pidana denda paling banyak Rp 100 juta (Pasal 114 UU Hak Cipta).
Tentu, perlu adanya solusi yang tepat dalam menghadapi fotocopy buku terutama dalam dunia pendidikan. Beberapa solusi yang mungkin bisa diberikan oleh pemerintah adalah subsidi buku-buku pendidikan, upaya membeli hak cipta atas buku dan kemudian memberi akses secara luas versi digital untuk keperluan dunia pendidikan, ataupun memperbaiki peraturan UU itu sendiri.
Namun, kita sama-sama tahu kenapa sampai sekarang permasalahan ini masih saja menjadi persoalan utama dan belum terselesaikan di Indonesia, ya, karena memang tidak semudah itu..
Komentar
Posting Komentar